Kisah Ketabahan Anak TKW ini Bikin Banyak Orang Bersimpati. Yuk Lihat Keadaanya!!
Kisah Ketabahan Anak TKW ini Bikin Banyak Orang Bersimpati. Yuk Lihat Keadaanya!! – Gadis kecil ini bernama Miftahul Dwi Khasanah, dia adalah seorang gadis dari Ponorogo yang tengah menjadi pusat perhatian banyak orang.
Sebelumnya, siswi kelas II SMP Maarif Ponorogo ini tewas dalam insiden kecelakaan dengan seorang pengendara sepeda motor, FD yang merupakan siswa SMK PGRI II Ponorogo, Selasa (25/10/2016).
Wanita yang akrab disapa Miftah itu meninggal setelah sehari dirawat di RSU Madiun. Miftah meninggal karena mengalami pendarahan di bagian otak.
Kepergian gadis ini tidak hanya meninggal bekas duka pada keluarga, namun juga bagi semua orang banyak. Hal ini terbukti dari uluran bantuan yang diterimanya hingga saat ini. Saking banyaknya, sang ayah, Pujo Kastowo meminta pihak donasi menutup bantuan.
Seperti dikutip Kompas.com, Rabu (2/11/2016), sumbangan dana yang terkumpul mencapai 650 juta Rupiah. Dana itu berasal dari sumbangan langsung yang diberikan warga kepada ayah Miftah, donasi via rekening, klaim Jasa Raharja, dan donasi dari komunitas Facebooker Ponorogo.
Rencananya, uang yang terkumpul itu akan diperuntukkan membangun rumah tembok baru hingga membangun usaha bagi orangtua Miftah.
Selain itu, sumbangan itu juga akan digunakan orangtua Miftah untuk bersedekah dan infak. Salah satu tempat yang akan diberikan sedekah adalah tempat mengaji saat Miftah masih tinggal di Madiun.
“Saya juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang sudah peduli dengan Miftah dan keluarga saya. Saya yakin Tuhan akan membalas kepada semua pihak yang sudah membantu kami,” kata Pujo.
Lalu, apa yang membuat orang-orang begitu prihatin terhadap kematian Miftah?
Masih dari sumber yang sama, yang membuat khalayak begitu prihatin kepada Miftah adalah kisah hidupnya selama ini. Miftah adalah seorang anak yang sudah lama tidak merasakan hangatnya kasih sayang dari seorang ibu.
Ibunya sendiri yang bernama Samini Indrawati telah meninggalkannya sejak usia 5 tahun. Ibunya bekerja menjadi TKW di Malaysia. Selama merantau, ibunya tidak pernah memberinya uang maupun barang. Jangan kan uang dan barang, memberi kabar saja tidak pernah.
“Sejak berangkat delapan tahun tepatnya tahun 08, istri saya tidak memberikan kabar dan kiriman apa pun kepada kami,” ujar Pujo.
Meski begitu, Miftah tetap sabar dan kuat dalam menjalani hari-harinya tanpa seorang ibu. Semasa hidupnya, ia tinggal bersama ayah dan adiknya, Jofi.
Rumah yang ditempatinya bisa dibilang tidak layak huni. Dikatakan seperti itu karena hanya berdindingkan bambu dan beralaskan tanah. Tempat berteduh ini tidak hanya diperuntukkan bagi keluarga Miftah, namun juga bagi kedua kambing peliharaannya.
Mirisnya lagi, saat hujan lebat tiba, atap rumah banyak yang bocor dan tiupan angin membawa air masuk ke rumah.
Ketika ditanyai mengenai kepergian sang anak, Pujo mengaku tidak memiliki firasat sedikit pun. Hanya saja, sebelum putrinya meninggal, dia menemukan secarik kertas yang dilipat dalam pakaian putrinya.
“Setelah saya buka, ternyata tulisan curahan hati Miftah yang merindukan kasih sayang seorang ibu. Sebagai seorang anak yang memiliki orangtua, Miftah juga menginginkan kasih sayang ibu yang dirasakan oleh teman-teman sekolahnya. Kondisi itu sangat dirasakan anak saya lantaran Miftah mulai ditinggal ibunya bekerja ke Malaysia dalam usia lima tahun,” kata Pujo.
Sebagai seorang ayah, Pujo sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kasih sayangnya kepada anak perempuannya itu. Namun, dikatakan Pujo, kasih sayangnya tentu akan berbeda dibandingkan dengan yang diberikan ibu kepada anaknya.
“Saya kalau ingat Miftah sangat kasihan. Beberapa hari sebelum meninggal, dia kerap melamun dan seperti berpikir keras. Miftah juga sering menanyakan kapan ibunya pulang karena ia sangat kangen ibunya,” tutur Pujo.
Sebelumnya, siswi kelas II SMP Maarif Ponorogo ini tewas dalam insiden kecelakaan dengan seorang pengendara sepeda motor, FD yang merupakan siswa SMK PGRI II Ponorogo, Selasa (25/10/2016).
Kepergian gadis ini tidak hanya meninggal bekas duka pada keluarga, namun juga bagi semua orang banyak. Hal ini terbukti dari uluran bantuan yang diterimanya hingga saat ini. Saking banyaknya, sang ayah, Pujo Kastowo meminta pihak donasi menutup bantuan.
Seperti dikutip Kompas.com, Rabu (2/11/2016), sumbangan dana yang terkumpul mencapai 650 juta Rupiah. Dana itu berasal dari sumbangan langsung yang diberikan warga kepada ayah Miftah, donasi via rekening, klaim Jasa Raharja, dan donasi dari komunitas Facebooker Ponorogo.
Sumbangan dana akan digunakan untuk membangun rumah orangtua Miftah
Rencananya, uang yang terkumpul itu akan diperuntukkan membangun rumah tembok baru hingga membangun usaha bagi orangtua Miftah.
Selain itu, sumbangan itu juga akan digunakan orangtua Miftah untuk bersedekah dan infak. Salah satu tempat yang akan diberikan sedekah adalah tempat mengaji saat Miftah masih tinggal di Madiun.
“Saya juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang sudah peduli dengan Miftah dan keluarga saya. Saya yakin Tuhan akan membalas kepada semua pihak yang sudah membantu kami,” kata Pujo.
Lalu, apa yang membuat orang-orang begitu prihatin terhadap kematian Miftah?
Masih dari sumber yang sama, yang membuat khalayak begitu prihatin kepada Miftah adalah kisah hidupnya selama ini. Miftah adalah seorang anak yang sudah lama tidak merasakan hangatnya kasih sayang dari seorang ibu.
Ditinggal merantau sejak usia 5 tahun, Miftah sangat merindukan sosok Ibunya
Ibunya sendiri yang bernama Samini Indrawati telah meninggalkannya sejak usia 5 tahun. Ibunya bekerja menjadi TKW di Malaysia. Selama merantau, ibunya tidak pernah memberinya uang maupun barang. Jangan kan uang dan barang, memberi kabar saja tidak pernah.
“Sejak berangkat delapan tahun tepatnya tahun 08, istri saya tidak memberikan kabar dan kiriman apa pun kepada kami,” ujar Pujo.
Meski begitu, Miftah tetap sabar dan kuat dalam menjalani hari-harinya tanpa seorang ibu. Semasa hidupnya, ia tinggal bersama ayah dan adiknya, Jofi.
Rumah yang ditempatinya bisa dibilang tidak layak huni. Dikatakan seperti itu karena hanya berdindingkan bambu dan beralaskan tanah. Tempat berteduh ini tidak hanya diperuntukkan bagi keluarga Miftah, namun juga bagi kedua kambing peliharaannya.
Mirisnya lagi, saat hujan lebat tiba, atap rumah banyak yang bocor dan tiupan angin membawa air masuk ke rumah.
Ketika ditanyai mengenai kepergian sang anak, Pujo mengaku tidak memiliki firasat sedikit pun. Hanya saja, sebelum putrinya meninggal, dia menemukan secarik kertas yang dilipat dalam pakaian putrinya.
“Setelah saya buka, ternyata tulisan curahan hati Miftah yang merindukan kasih sayang seorang ibu. Sebagai seorang anak yang memiliki orangtua, Miftah juga menginginkan kasih sayang ibu yang dirasakan oleh teman-teman sekolahnya. Kondisi itu sangat dirasakan anak saya lantaran Miftah mulai ditinggal ibunya bekerja ke Malaysia dalam usia lima tahun,” kata Pujo.
Sebagai seorang ayah, Pujo sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kasih sayangnya kepada anak perempuannya itu. Namun, dikatakan Pujo, kasih sayangnya tentu akan berbeda dibandingkan dengan yang diberikan ibu kepada anaknya.
“Saya kalau ingat Miftah sangat kasihan. Beberapa hari sebelum meninggal, dia kerap melamun dan seperti berpikir keras. Miftah juga sering menanyakan kapan ibunya pulang karena ia sangat kangen ibunya,” tutur Pujo.
Dapatkan Promo terbaru 2018 INDOKARTU dengan FREECHIP new member 10% dan bonus deposit Harian, Dapatkan juga bonus tanpa modal dengan memanfaatkan bonus referral 10% + 5% di INDOKARTU
BalasHapusUntuk info selanjutnya kunjungi website kami di https://goo.gl/PXVziC
atau hunguni WA : +6281293478722